- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Setelah ancaman awanpanas yang merupakan bagian dari aliran piroklastik, hasil endapan piroklastik ini akan sangat mudah tererosi dan bahkan longsor membantuk aliran lahar. Lahar berbeda dengan aliran piroklastik. Piroklastik langsung dari puncak kepundan dan meluncur kebawah karena gravitasinya sendiri.
Gambar diambil 7 Nov jam 16.00 saat banjir lahar dingin sudah mereda. Lokasi Jembatan Kali Blongkeng, oleh Pak J Sudarsono
Secara grafis digambarkan dibawah ini :
Aliran Piroklastik dari satelit NASA
Aliran piroklastik atau lahar panas merupakan aliran luncuran langsung dari kepundan ke lereng curam diatas. Di lereng bagian atas tentusaja akan terlewati, karena terlalu curam untuk batuan ini duduk diatas. Itulah sebabnya dalam gambar setelit dari NASA yang menggambarkan sebaran panas ini hanya terlihat di lerengnya dan tidak dipuncaknya.
Luncuran piroklastik atau lahar panas di gambar ini dapat mencapai 7.5 Km dari puncak Merapi. Tentusaja awan panas yang menyertainya akan meluncur lebih jauh kebawah.
Secara tehnis aliran Piroklastik disebut “Nuee Ardente”, merupakan luncuran blok-blok lava bersuhu tinggi, kecepatan 10 – 300 km/jam. Secara teoritis jarak luncur dapat mencapai beberapa puluh km. Tergantung bentuk morfologi serta banyaknya material.
Perhatikan luncuran piroklastik telah mengikuti jalur lembah yang sudah ada sebelumnya. Artinya aliran lahar dinginnya juga akan mengikuti aliran yang sudah ada.
Terbentuknya aliran lahar. Sumber : Dept PU.
Setelah aliran piroklastik ini terendapkan terhenti di lereng yang mulai landai, maka akan mendingin. Tentusaja panasnya masih akan ada sampai beberapa hari. Bahkan konon tahun 2006 ketika piroklastik penutup bunker dibongkar tiga hari setelah kejadian suhu tanah/batu dipermukaannya masih diatas 80 bahkan hingga 120 derajat Celcius. Jadi yang disebut lahar dinginpun diatas sana masih cukup panas.
Ketika turun hujan, batuan piroklastik yang belum terbatukan dan belum mengalami pembatuan, masih berupa material lepas-lepas. Sehingga mudah tererosi akibat hujan deras.
Material ini ini yang meluncur kebawah bercampur air. Lahar dingin ini terdiri dari bongkahan sebesar diatas, hingga kerakal, kerikil, pasir bercampur lempung dan air tentusaja.
Dibawah ini gambaran secara grafis bagaimana mengontrol aliran sedimen banjir lahar dingin yang ada di Gunung Merapi.
Teknologi pengontrol aliran lahar dingin ini disebut Sabo: Suatu terminologi teknik dari bahasa Jepang untuk mengartikan pengendalian erosi dan pergerakan sedimen (erosion and sediment movement control). Jadi Sabo merupakan satu suatu sistem atau teknik untuk pengendalian erosi dan pergerakan sedimen (control the production and move of sand and gravel with a nature of disaster).
Ahli Jepang bernama Tomoaki YOKOTA membuat buku terkenal “What is Sabo”. Katanya, Sabo sendiri berasal dari bahasa Jepang, sa yang berarti pasir dan bo yang berarti pengendalian.
Teknologi Sabo, salah satu teknologi terapan untuk pengedalian aliran sedimen, pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1970. Pada tahun 1982, Direktorat Pengairan Departemen Pekerjaan Umum dengan Pemerintah Jepang melalui JICA (Japan International Cooperation Agency) memulai kerjasama perdananya di bidang Sabo.
Gambar diambil 7 Nov jam 16.00 saat banjir lahar dingin sudah mereda. Lokasi Jembatan Kali Blongkeng, oleh Pak J Sudarsono
Bagaimana terjadinya lahar dingin ?
Secara grafis digambarkan dibawah ini : Aliran Piroklastik dari satelit NASA
Aliran piroklastik atau lahar panas merupakan aliran luncuran langsung dari kepundan ke lereng curam diatas. Di lereng bagian atas tentusaja akan terlewati, karena terlalu curam untuk batuan ini duduk diatas. Itulah sebabnya dalam gambar setelit dari NASA yang menggambarkan sebaran panas ini hanya terlihat di lerengnya dan tidak dipuncaknya.
Luncuran piroklastik atau lahar panas di gambar ini dapat mencapai 7.5 Km dari puncak Merapi. Tentusaja awan panas yang menyertainya akan meluncur lebih jauh kebawah.
Secara tehnis aliran Piroklastik disebut “Nuee Ardente”, merupakan luncuran blok-blok lava bersuhu tinggi, kecepatan 10 – 300 km/jam. Secara teoritis jarak luncur dapat mencapai beberapa puluh km. Tergantung bentuk morfologi serta banyaknya material.
Perhatikan luncuran piroklastik telah mengikuti jalur lembah yang sudah ada sebelumnya. Artinya aliran lahar dinginnya juga akan mengikuti aliran yang sudah ada.
Terbentuknya aliran lahar. Sumber : Dept PU.
Setelah aliran piroklastik ini terendapkan terhenti di lereng yang mulai landai, maka akan mendingin. Tentusaja panasnya masih akan ada sampai beberapa hari. Bahkan konon tahun 2006 ketika piroklastik penutup bunker dibongkar tiga hari setelah kejadian suhu tanah/batu dipermukaannya masih diatas 80 bahkan hingga 120 derajat Celcius. Jadi yang disebut lahar dinginpun diatas sana masih cukup panas.
Ketika turun hujan, batuan piroklastik yang belum terbatukan dan belum mengalami pembatuan, masih berupa material lepas-lepas. Sehingga mudah tererosi akibat hujan deras.
Material ini ini yang meluncur kebawah bercampur air. Lahar dingin ini terdiri dari bongkahan sebesar diatas, hingga kerakal, kerikil, pasir bercampur lempung dan air tentusaja.
Air yang terkandung ini menjadikan jarak jangkauan aliran semakin jauh. Itulah sebabnya daerah bahaya banjir lahar dingin akan sepanjang sungai yang berhulu di Puncak Merapi.
Apakah bisa ditanggulangi ?
Teknologi saat ini masih belum memungkinkan untuk mengatur atau mengontrol aliran piroklastik, tentusaja tidak bisa karena energi serta suhunya sangat besar. Namun lahar dingin ini masih mungkin untuk dikontrol arah alirannya, serta penyebarannya supaya tidak menganggu aktifitas manusia.Dibawah ini gambaran secara grafis bagaimana mengontrol aliran sedimen banjir lahar dingin yang ada di Gunung Merapi.
Teknologi pengontrol aliran lahar dingin ini disebut Sabo: Suatu terminologi teknik dari bahasa Jepang untuk mengartikan pengendalian erosi dan pergerakan sedimen (erosion and sediment movement control). Jadi Sabo merupakan satu suatu sistem atau teknik untuk pengendalian erosi dan pergerakan sedimen (control the production and move of sand and gravel with a nature of disaster).
Ahli Jepang bernama Tomoaki YOKOTA membuat buku terkenal “What is Sabo”. Katanya, Sabo sendiri berasal dari bahasa Jepang, sa yang berarti pasir dan bo yang berarti pengendalian.
Teknologi Sabo, salah satu teknologi terapan untuk pengedalian aliran sedimen, pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1970. Pada tahun 1982, Direktorat Pengairan Departemen Pekerjaan Umum dengan Pemerintah Jepang melalui JICA (Japan International Cooperation Agency) memulai kerjasama perdananya di bidang Sabo.
Kalau tahun 1970 tenik ini masih dipergunakan sebagai pengendalian lahar dingin Merapi, tentusaja ini berkembang menjadi sebuah teknologi pengendalian sedimen pada umumnya.Untuk jelasnya lihat di : dongeng geologi
Komentar
Posting Komentar
Trimakasih Anda telah menyimak tulisan ini, sebaiknya Andapun menyimak sumber tulisan melalui link yang tersedia dan jika berkenan silahkan memberikan tanggapan.