- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Ekstra Kurikuler Sebagai Wahana Pembentukan Karakter Siswa di Lingkungan Pendidikan Sekolah
Abstract
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kehidupan seseorang karena melalui pendidikan seseorang dapat meningkatkan kecerdasan, keterampilan, mengembangkan potensi diri dan dapat membentuk pribadi yang bertanggung jawab, cerdas dan kreatif. Kita membutuhkan habitus baru untuk mengelola pendidikan jika tidak mau melihat kehancuran bangsa ini 1-20 tahun yang akan datang. Kegiatan ekstrakurikuler adalah program yang dipilih peserta didik berdasarkan bakat, minat, serta keunikannya meraih perestasi yang bermakna bagi diri dan masa depannya.
Karakter bisa digambarkan sebagai sifat manusia pada umumnya dimana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri. Kegiatan Ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/ madrasah. Melalui kegiatan olahraga diharapkan siswa dapat sehat, mempunyai daya tangkal, daya hayat terhadap Pekat, Narkoba dan obat terlarang.
Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapat pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Jadi, pendidikan karakter atau budi pekerti plus adalah suatu yang urgen untukdilakukan. Kalau kita peduli untuk meningkatkan mutu lulusan SD, SMP dan SMU, maka tanpa pendidikan karakter adalah usaha yang sia-sia. Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu tujuh dosa fatal, yaitu “education without character” (pendidikan tanpa karakter).
Kata Kunci : Pendidikan, Karakter, Ekstrakulrikuler.
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kehidupan seseorang karena melalui pendidikan seseorang dapat meningkatkan kecerdasan, keterampilan, mengembangkan potensi diri dan dapat membentuk pribadi yang bertanggung jawab, cerdas dan kreatif. Pada mulanya yaitu sebelum ada pendidikan melalui sekolah seperti sekarang ini, maka pendidikan dijalankan secara spontan dan langsung dalam kehidupan sehari-hari di dalam keluarga. Anak-anak petani langsung mempelajari tentang kelautan dan perikanan dengan langsung mengikuti orang dewasa menangkap ikan. Selagi mempelajari pekerjaan yang dilakukan, mereka sekaligus juga belajar tentang nilai-nilai dan norma-norma yang berhubungan denan pekerjaannya.
Maka pendidikan pada waktu itu merupakan sesuatu yang konkret, dan tidak direncanakan tetapi langsung berhubungan dengan keperluan hidup (Bdk dalam Stefan Sikone, 2006 : 01, dengan tulisan Ignas Kleden dalam ‘Basis’ No. 03-04 tahun 45 Mei-Juni, 1996). Menyangkut hal tersebut juga sebetulnya dalam Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 1 telah disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Seorang anak pertama kalinya memperoleh pendidikan dalam keluarga. Dengan demikian keluarga dapat dikatakan adalah peletak dasar bagi pendidikan seorang anak. Artinya keluarga sangat berperan dalam perkembangan kepribadian anak. Namun pada masa sekarang sekolah dibutuhkan karena masyarakat modern dengan kebudayaan dan peradaban yang telah maju menawarkan demikian banyak kepandaian dengan kerumitan dan kompleksitas yang tinggi sehingga tidak mungkin lagi mempelajari kepandaian yang diperlukan hanya sambil lalu dalam praktek.
Pendidkan sesungguhnya berkaitan erat dengan manusia. N Driyarkara dalam Stefan Sikone, (2006 : 01) memandang bahwa manusia dan pendidikan merupakan dua sisi dari satu kehidupan. Melalui pendidikan seseorang dapat dimanusiakan menjadi manusia. Persoalannya adalah, apakah kita di negeri ini sudah sampai ideal seperti itu? Lembaga pendidikan di Indonesia ternyata gagal berperan sebagai pranata sosial yang mampu membangun karakter bangsa Indonesia sesuai dengan nilai-nilai normatif kebangsaan yang dicita-citakan.
Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 mengamanatkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan kita tidak pernah jujur di dalam mengajar nilai-nilai kebenaran karenasemua dilakukan di area formalisme belaka. Sistem pendidikan kita hanya mengandalkan cara berpikir yang bermuatan kurikulum, bukan pada pembentukan karakter anak didik. Untuk merealisasikan tujuan pendidikan nasional tersebut, pemerintah perlu mengusahakannya dengan kebijakan-kebijakan pendidikan yang jelas dan konsisten serta berkesinambungan agar tercipta generasi muda sebagai generasi penerus bangsa dan manusia seutuhnya.
Kita membutuhkan habitus baru untuk mengelola pendidikan jika tidak mau melihat kehancuran bangsa ini 1-20 tahun yang akan datang. Kegiatan ekstrakurikuler adalah program yang dipilih peserta didik berdasarkan bakat, minat, serta keunikannya meraih perestasi yang bermakna bagi diri dan masa depannya.
KAJIAN PUSTAKA
Salah satu aspek dari proses perkembangan sistematik dari sistem pembangunan nasional adalah bertujuan utama untuk pembentukan karakter bangsa melalui Sumber Daya Manusianya bukan hanya dari sisi pendidikan tapi juga dari moral kepemimpinannya yang harus dikaitkan dengan dinamika lingkungan strategis yang dicirikan dengan globalisasi serta fenomena paradoksnya yaitu : unify dan tribalisme. Tuntutan untuk memperkuat kualitas kepemudaan dan olahraga serta implementasi program relevansinya sebagai interaksi mutualisme dengan masyarakat diusulkan akan menghadirkan sosok penataan paradigma baru dalam manajemen spirit to be a nation dan sportivitas melalui pengembangan kepemimpinan kepemudaan.
Paradigma baru ini mengarah pada “Competitive Based” dimana basis kompetisi ini berarti institusi yang memiliki otoritas kepemudaan dan olahraga harus cermat mendefinisikan karakter programnya yang bisa melihat perubahan sebagai potensi; pemberi gagasan; pelayan inspirasi yang disertai arah program yang tegas. Karakter ini akan memberi kepuasan para stakeholder dan para pelaksana yang pada gilirannya akan menjadikan kepemudaan dan olahraga menjadi pioner dalam orientasi perkembangan ilmu. Hal ini sesuai dengan kutipan yang ditampilkan oleh Lismadiana (2006 : 63) bahwasanya olahraga itu sendiri adalah merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Lebih khusus lagi diartikan dari Wikipedia (2008 : 2) bahwa secara umum olahraga itu sendiri adalah aktivitas untuk melatih tubuh seseorang, tidak hanya secara jasmani tetapi juga rohani.
Pengertian Karakter
Apabila ditinjau dari bahasa dan pengartiannya sebetulnya bahasa karakter ini masihlah sangat luas, tetapi disini akan kita lihat beberapa pengertian secara umum yang ada di lapangan. Karakter menurut Wikipedia (2008 : 1) bisa digambarkan sebagai sifat manusia pada umumnya dimana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri. Tim prima pena (2006 : 234) membuat pemahaman karakter yang cenderung ke sifat manusia seperti watak, tabiat, pembawaan, kebiasaan.
Pengertian Kegiatan Ekstra Kurikuler
Untuk mendefinisikan karakter program guna mencapai hal-hal penting, hendaknya kita mulai dari karakter institusi yang menaunginya. Jika karakter institusi juga terkait dengan misinya sebagai pengembang martabat bangsa, maka karakter program harus pula mengandung unsur-unsur yang mampu mensinergikan perkembangan global dengan kekuatan pengetahuan yang dimiliki bangsa Indonesia. Dalam hal ini digunakan pengetahuan tradisional yang harus digali potensinya sebagai peluang daya saing dan membentuk ciri khas dari karakter Kepemudaan dan Olah Raga Indonesia (Munaf, 2007 : 2).
Sesuai dengan yang telah tercantum pula dalam Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 12 dan 13 yang menyebutkan bahwa pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, dan pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Dari penjelasan tersebut di atas jelaslah bahwa ternyata memang ada beberapa tempat sel2ain pendidikan dalam kelas yang dapat membentuk karakter siswa tersebut, dimana salah satu wahana pengantarnya adalah kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan Ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/ madrasah (Anifral Hendri, 2008 : 1-2).
Berdasarkan pengertian diatas menekankan bahwa kegiatan ekstrakurikuler untuk membantu pengembangan peserta didik dan pemantapan pengembangan kepribadian siswa cendrung berkembang untuk memilih jalan tertentu. RB.Cattele dalam Anifral Hendri (2008 : 2) menyatakan bahwa kepribadian seseorang menunjukkan apa yang ingin diperbuat bilamana ia dalam keadaan senang dan ditempatkan pada situasi tertentu.
Melalui kegiatan olahraga diharapkan siswa dapat sehat, mempunyai daya tangkal, daya hayat terhadap Pekat, Narkoba dan obat terlarang. Dalam pelaksanaan kegiatan ekstra kurikuler siswa diarahkan untuk memilih salah satu cabang olahraga yang sesuai dengan minat, bakat dan kemampuan siswa, pada kegiatan ini cabang diharapkan lahir bibit-bibit olahragawan yang nantinya dapat dibina untuk menghadapi event seperti POPDA, PORPROV maupun kompetisi lainnya.
Pembentukan karakter di sekolah
Deng Xiaoping dalam program reformasi pendidikannya pada tahun 1985 secara eksplisit mengungkapkan tentang pentingnya pendidikan karakter. Throughout the reform of the education system, it is emperative to bear in mind that reform is for the fundamental purpose of turning every citizen into a man or woman of character and cultivating more constructive members of society (‘Decisions of Reform of the Education System’, 1985). Karena itu program pendidikan karater telah menjadi kegiatan yang menonjol di Cina yang dijalankan sejak jenjang pra-sekolah sampai universitas (Stefan Sikone, 2006 : 2).
Nah, apabila Cina bisa melakukan pendidikan karakter untuk 1,3 miliar menjadi manusia yang berkarakter (rajin, jujur, peduli terhadap sesama, rendah hati, terbuka), Indonesia tentunya bisa melakukannya. Namun, gaung pendidikan karakter belum banyak terdengar dari para pemimpin kita. Tentunya, sebagai warga negara yang bertanggung jawab, kita semua bisa melakukannya dalam sekolah.
Tentunya, pendidikan karakter adalah berbeda secara konsep dan metodologi dengan pendidikan moral, seperti kewarganegaraan, budi pekerti, atau bahkan pendidikan agama di Indonesia. Pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good yaitu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands.
Dalam hubungan ini maka apa yang disarankan Unesco perlu diperhatikan yaitu bahwa pendidikan harus mengandung tiga unsur: (a) belajar untuk tahu (learn to know). (b) belajar untuk berbuat (learn to do). (c). belajar untuk bersama (learn to live together). Unsur pertama dan kedua lebih terarah membentuk having, agar sumber daya manusia mempunyai kualitas dalam pengetahuan dan keterampilan atau skill.
Strategi Pembentukan Karakter
A. Keteladanan; Memiliki Integritas Tinggi serta Memiliki Kompetensi: Pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional
B. Pembiasaan
C. Penanaman kedisiplinan
D. Menciptakan suasana yang konduksif
E. Integrasi dan internalisasi
F. Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani.
G. Membangun landasan kepribadian yang kuat, sikap cintai damai, sikap sosial dan toleransi dalam konteks kemajemukan budaya, etnis, dan agama.
H. Menumbuhkan kemampuan berfikir kritis melalui pelaksanaan tugas-tugas ajar dalam pendidikan jasmani.
I. Mengembangkan keterampilan untuk melakukan aktivitas jasmani dan olahraga, serta memahami alasan-alasan yang melandasi gerak dan kinerja.
J. Menumbuhkan kecerdasan emosi dan penghargaan terhadap hak-hak asasi orang lain melalui pengamalan fair play dan sportivitas.
K. Menumbuhkan self esteem sebagai landasan kepribadian melalui pengembangan kesadaran terhadap kemampuan dan pengendalian gerak tubuh.
L. Mengembangkan keterampilan dan kebiasaan untuk melindungi keselamatan diri sendiri dan keselamatan orang lain.
M. Menumbuhkan cara pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani dan pola hidup sehat.
N. Menumbuhkan kebiasaan dan kemampuan untuk berpartisipasi aktif secara teratur dalam aktivitas fisik dan memahami manfaat dari keterlibatannya.
O. Menumbuhkan kebiasaan untuk memanfaatkan dan mengisi waktu luang dengan aktivitas jasmani yang bersifat rekreatif.
PEMBAHASAN
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan pembentukan karakter bangsa dapat dilakukan salah satunya melalui olahraga.Sesuai dengan yang beliau ungkapkan “Dengan olahraga kita bisa kembangkan karakter bangsa, sportivitas sekaligus merekatkan persatuan bangsa,” kata Presiden dalam peringatan hari olahraga nasional XXV yang berlangsung di gedung tenis indoor Gelora Bung Karno Jakarta, Selasa (antara.co.id, 2008 : 1).
Fungsi Kegiatan Ekstrakurikuler
Menurut kajian Anifral Hendri (2008 : 2) mengenai fungsi kegiatan ekstrakurikuler adalah sebagai berikut :
a. Pengembangan, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan kreativitas peserta didik sesuai dengan potensi, bakat dan minat mereka.
b. Sosial, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik.
c. Rekreatif, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan suasana rileks, mengembirakan dan menyenangkan bagi peserta didik yang menunjang proses perkembangan.
d. Persiapan karir, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan kesiapan karir peserta didik.
Jenis kegiatan Ekstra Kurikuler
Anifral Hendri (2008 : 2 – 3), mengemukakan pendapat umumnya mengenai beberapa jenis kegiatan ekstrakurikuler dalam beberapa bentuk yaitu :
a. Krida, meliputi Kepramukaan, Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS), Palang Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (PASKIBRAKA).
b. Karya Ilmiah, meliputi Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR), kegiatan penguasaan keilmuan dan kemampuan akademik, penelitian.
c. Latihan/lomba keberbakatan/ prestasi, meliputi pengembangan bakat olah raga, seni dan budaya, cinta alam, jurnaistik, teater, keagamaan.
d. Seminar, lokakarya, dan pameran/ bazar, dengan substansi antara lain karir, pendidikan, kesehatan, perlindungan HAM, keagamaan, seni budaya.
e. Olahraga, yang meliputi beberapa cabang olahraga yang diminati tergantung sekolah tersebut, misalnya : Basket, Karate, Taekwondo, Silat, Softball, dan lain sebagainya.
Dalam upaya melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler banyak sekali hambatan dan permasalahan yang harus dihadapi baik terhadap SDM, sarana dan dana, tingkat kepedulian orang tua daan masyarakat maupun petunjuk pelaksanaan ekstra kurikuler itu sendiri sehingga kegiatan ekstra kurikuler di sekolah tidak berjalan sebagaimana mestinya, apalagi saat ini siswa dituntut untuk belajar penuh pagi dan sore. Sehingga hendaknya selain unsur penilaian positif mengenai ekstrakurikuler itu sendiri, maka beberapa kajian seperti tersebut diatas hendaklah menjadi suatu hal yang patut kita cermati sesuai dengan sedikit penjelasan berikut.
Sumber Daya Manusia
Menurut Sugeng Mulyono dalam Anifral Hendri (2008 : 3) menyatakan bahwa sumber daya manusia adalah daya energi yaitu kekuatan yang bersumber pada diri sendiri manusia yang memiliki kompetensi untuk membangun dalam arti positif. Pengertian sumber daya manusia meliputi Kepala Sekolah, guru, orang tua siswa, siswa merupakan salah satu penentu karena manusia berperan ganda sebab bukan hanya sebagai pemikir, perencana, pelaksana tetapi juga berperan sebagai pengendali dan pengembang program ekstrakurikuler.
Menurut Bung Karno (9 April 1961) dalam Anifral Hendri (2008 : 3), Dedication of life para olahragawan dan pembina olahraga, agar dapat melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat sesuai kerangka segi-segi cita-cita bangsa kita yang termasuk dalam Nation and Character Building Indonesia. Dikomentari pula dalam hal senada oleh Ellen G. White dalam Anifral Hendri (2008 : 3): Pembangunan karakter adalah usaha paling penting yang pernah diberikan kepada manusia. Pembangunan karakter adalah tujuan luar biasa dari sistem pendidikan yang benar. Slamet Imam Santoso, Pembinaan watak merupakan tugas utama pendidikan, menyusun harga diri yang kukuh-kuat, pandai, terampil, jujur, tahu kemampuan dan batas kemampuannya, mempunyai kehormatan diri.
Sarana dan Dana
Sarana dan daana adalah faktor pendukung yang tidak dapat ditinggalkan, keterbatasan kemampuan sekolah dalam pengadaan sarana daan penyediaan dana adalah faktor penyebab utama kegiatan ekstrakurikuler tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Tingkat Kepedulian Orang Tua dan Masyarakat
Pada masing-masing sekolah perlu diusahakan adanya hubungan timbal balik antara sekolah, orang tua siswa dan masyarakat, dibutuhkan komite sekolah yang berperan dan bertanggungjawab untuk mengusahakan dan meningkatkan keamanan, kesejahteraan dan ekstra kurikuler. Partisipasi orang tua dan masyarakat yang positif dalam mendukung program ekstrakurikuler merupakan pencerminan terwujudnya prinsip bahwaa pendidikan adalah tanggungjawaab bersama antara orang tua, masyaraakat dan pemerintah.
Paradigma diatas juga ditampilkan oleh Anis Matta (2003 : 2) bahwa lingkungan juga dapat berperan secara tidak langsung terhadap pembentukan karakter anak. Dimana secara tidak langsung terdapat faktor-faktor pembentuk perilaku antara lain :
(a) Faktor internal :
1. Instink biologis, seperti lapar, dorongan makan yang berlebihan dan berlangsung lama akan menimbulkan sifat rakus, maka sifat itu akan menjadi perilaku tetapnya, dan seterusnya.
2. Kebutuhan psikologis, seperti rasa aman, penghargaan, penerimaan, dan aktualisasi diri.
3. Kebutuhan pemikiran, yaitu akumulasi informasi yang membentuk cara berfikir seseorang seperti mitos, agama, dan sebagainya.
(b) Faktor eksternal anatara lain :
1. Lingkungan keluarga
2. Lingkungan sosial
3. Lingkungan pendidikan.
Dampak pendidikan karakter
Apa dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik? Beberapa penelitian bermunculan untuk menjawab pertanyaan ini. Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini diterbitkan oleh sebuah buletin Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership.
Didalam hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dariUniversity of Missouri – St Louis, menunjukkan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambar keberhasilan akademik
Pendidikan karakter ada-lah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Dengan pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongong masa depan karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Dalam buku Emotional Intelligence and School Succes (Joseph Zins, et. al 2001) mengkomplikasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor risiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor risiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ).
KESIMPULAN
Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesuliran belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter atau mempunyai kecerdasan emosi tinggi akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas dan sebagainya.
Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapat pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Namun banyak orangtua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang pendidikan karakter. Selain itu Daniel Goleman juga mengatakan bahwa banyak orangtua yang gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya entah karena kesibukan atau karena lebih mementingkan aspek kognitif anak. Namun ini semua dapat dikoreksi dengan memberikan pendidikan karakter di sekolah.
Jadi, pendidikan karakter atau budi pekerti plus adalah suatu yang urgen untukdilakukan. Kalau kita peduli untuk meningkatkan mutu lulusan SD, SMP dan SMU, maka tanpa pendidikan karakter adalah usaha yang sia-sia. Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu tujuh dosa fatal, yaitu “education without character” (pendidikan tanpa karakter). Dr. Martin Luther King juga pernah berkata: “Intelligence plus character… that is the good od true education” (Kecerdasan plus karakter…. itu adalah tujuan akhir dari pendidikan sebenarnya). Juga Theodore Roosevelt yang mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society”. Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat .
By : Faidillah Kurniawan dan Tri Hadi Karyono (Jur. Pend. Kepelatihan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta)
Sumber: Fencing
Abstract
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kehidupan seseorang karena melalui pendidikan seseorang dapat meningkatkan kecerdasan, keterampilan, mengembangkan potensi diri dan dapat membentuk pribadi yang bertanggung jawab, cerdas dan kreatif. Kita membutuhkan habitus baru untuk mengelola pendidikan jika tidak mau melihat kehancuran bangsa ini 1-20 tahun yang akan datang. Kegiatan ekstrakurikuler adalah program yang dipilih peserta didik berdasarkan bakat, minat, serta keunikannya meraih perestasi yang bermakna bagi diri dan masa depannya.
Karakter bisa digambarkan sebagai sifat manusia pada umumnya dimana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri. Kegiatan Ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/ madrasah. Melalui kegiatan olahraga diharapkan siswa dapat sehat, mempunyai daya tangkal, daya hayat terhadap Pekat, Narkoba dan obat terlarang.
Dalam pelaksanaan kegiatan ekstra kurikuler siswa diarahkan untuk memilih salah satu cabang olahraga yang sesuai dengan minat, bakat dan kemampuan siswa, pada kegiatan ini cabang diharapkan lahir bibit-bibit olahragawan yang nantinya dapat dibina untuk menghadapi event seperti POPDA, PORPROV maupun kompetisi lainnya. Olahraga, yang meliputi beberapa cabang olahraga yang diminati tergantung sekolah tersebut, misalnya : Basket, Karate, Taekwondo, Silat, Softball, dan lain sebagainya.
Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapat pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Jadi, pendidikan karakter atau budi pekerti plus adalah suatu yang urgen untukdilakukan. Kalau kita peduli untuk meningkatkan mutu lulusan SD, SMP dan SMU, maka tanpa pendidikan karakter adalah usaha yang sia-sia. Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu tujuh dosa fatal, yaitu “education without character” (pendidikan tanpa karakter).
Kata Kunci : Pendidikan, Karakter, Ekstrakulrikuler.
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kehidupan seseorang karena melalui pendidikan seseorang dapat meningkatkan kecerdasan, keterampilan, mengembangkan potensi diri dan dapat membentuk pribadi yang bertanggung jawab, cerdas dan kreatif. Pada mulanya yaitu sebelum ada pendidikan melalui sekolah seperti sekarang ini, maka pendidikan dijalankan secara spontan dan langsung dalam kehidupan sehari-hari di dalam keluarga. Anak-anak petani langsung mempelajari tentang kelautan dan perikanan dengan langsung mengikuti orang dewasa menangkap ikan. Selagi mempelajari pekerjaan yang dilakukan, mereka sekaligus juga belajar tentang nilai-nilai dan norma-norma yang berhubungan denan pekerjaannya.
Maka pendidikan pada waktu itu merupakan sesuatu yang konkret, dan tidak direncanakan tetapi langsung berhubungan dengan keperluan hidup (Bdk dalam Stefan Sikone, 2006 : 01, dengan tulisan Ignas Kleden dalam ‘Basis’ No. 03-04 tahun 45 Mei-Juni, 1996). Menyangkut hal tersebut juga sebetulnya dalam Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 1 telah disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Seorang anak pertama kalinya memperoleh pendidikan dalam keluarga. Dengan demikian keluarga dapat dikatakan adalah peletak dasar bagi pendidikan seorang anak. Artinya keluarga sangat berperan dalam perkembangan kepribadian anak. Namun pada masa sekarang sekolah dibutuhkan karena masyarakat modern dengan kebudayaan dan peradaban yang telah maju menawarkan demikian banyak kepandaian dengan kerumitan dan kompleksitas yang tinggi sehingga tidak mungkin lagi mempelajari kepandaian yang diperlukan hanya sambil lalu dalam praktek.
Pendidkan sesungguhnya berkaitan erat dengan manusia. N Driyarkara dalam Stefan Sikone, (2006 : 01) memandang bahwa manusia dan pendidikan merupakan dua sisi dari satu kehidupan. Melalui pendidikan seseorang dapat dimanusiakan menjadi manusia. Persoalannya adalah, apakah kita di negeri ini sudah sampai ideal seperti itu? Lembaga pendidikan di Indonesia ternyata gagal berperan sebagai pranata sosial yang mampu membangun karakter bangsa Indonesia sesuai dengan nilai-nilai normatif kebangsaan yang dicita-citakan.
Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 mengamanatkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan kita tidak pernah jujur di dalam mengajar nilai-nilai kebenaran karenasemua dilakukan di area formalisme belaka. Sistem pendidikan kita hanya mengandalkan cara berpikir yang bermuatan kurikulum, bukan pada pembentukan karakter anak didik. Untuk merealisasikan tujuan pendidikan nasional tersebut, pemerintah perlu mengusahakannya dengan kebijakan-kebijakan pendidikan yang jelas dan konsisten serta berkesinambungan agar tercipta generasi muda sebagai generasi penerus bangsa dan manusia seutuhnya.
Kita membutuhkan habitus baru untuk mengelola pendidikan jika tidak mau melihat kehancuran bangsa ini 1-20 tahun yang akan datang. Kegiatan ekstrakurikuler adalah program yang dipilih peserta didik berdasarkan bakat, minat, serta keunikannya meraih perestasi yang bermakna bagi diri dan masa depannya.
KAJIAN PUSTAKA
Salah satu aspek dari proses perkembangan sistematik dari sistem pembangunan nasional adalah bertujuan utama untuk pembentukan karakter bangsa melalui Sumber Daya Manusianya bukan hanya dari sisi pendidikan tapi juga dari moral kepemimpinannya yang harus dikaitkan dengan dinamika lingkungan strategis yang dicirikan dengan globalisasi serta fenomena paradoksnya yaitu : unify dan tribalisme. Tuntutan untuk memperkuat kualitas kepemudaan dan olahraga serta implementasi program relevansinya sebagai interaksi mutualisme dengan masyarakat diusulkan akan menghadirkan sosok penataan paradigma baru dalam manajemen spirit to be a nation dan sportivitas melalui pengembangan kepemimpinan kepemudaan.
Paradigma baru ini mengarah pada “Competitive Based” dimana basis kompetisi ini berarti institusi yang memiliki otoritas kepemudaan dan olahraga harus cermat mendefinisikan karakter programnya yang bisa melihat perubahan sebagai potensi; pemberi gagasan; pelayan inspirasi yang disertai arah program yang tegas. Karakter ini akan memberi kepuasan para stakeholder dan para pelaksana yang pada gilirannya akan menjadikan kepemudaan dan olahraga menjadi pioner dalam orientasi perkembangan ilmu. Hal ini sesuai dengan kutipan yang ditampilkan oleh Lismadiana (2006 : 63) bahwasanya olahraga itu sendiri adalah merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Lebih khusus lagi diartikan dari Wikipedia (2008 : 2) bahwa secara umum olahraga itu sendiri adalah aktivitas untuk melatih tubuh seseorang, tidak hanya secara jasmani tetapi juga rohani.
Pengertian Karakter
Apabila ditinjau dari bahasa dan pengartiannya sebetulnya bahasa karakter ini masihlah sangat luas, tetapi disini akan kita lihat beberapa pengertian secara umum yang ada di lapangan. Karakter menurut Wikipedia (2008 : 1) bisa digambarkan sebagai sifat manusia pada umumnya dimana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri. Tim prima pena (2006 : 234) membuat pemahaman karakter yang cenderung ke sifat manusia seperti watak, tabiat, pembawaan, kebiasaan.
Pengertian Kegiatan Ekstra Kurikuler
Untuk mendefinisikan karakter program guna mencapai hal-hal penting, hendaknya kita mulai dari karakter institusi yang menaunginya. Jika karakter institusi juga terkait dengan misinya sebagai pengembang martabat bangsa, maka karakter program harus pula mengandung unsur-unsur yang mampu mensinergikan perkembangan global dengan kekuatan pengetahuan yang dimiliki bangsa Indonesia. Dalam hal ini digunakan pengetahuan tradisional yang harus digali potensinya sebagai peluang daya saing dan membentuk ciri khas dari karakter Kepemudaan dan Olah Raga Indonesia (Munaf, 2007 : 2).
Sesuai dengan yang telah tercantum pula dalam Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 12 dan 13 yang menyebutkan bahwa pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, dan pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Dari penjelasan tersebut di atas jelaslah bahwa ternyata memang ada beberapa tempat sel2ain pendidikan dalam kelas yang dapat membentuk karakter siswa tersebut, dimana salah satu wahana pengantarnya adalah kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan Ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/ madrasah (Anifral Hendri, 2008 : 1-2).
Berdasarkan pengertian diatas menekankan bahwa kegiatan ekstrakurikuler untuk membantu pengembangan peserta didik dan pemantapan pengembangan kepribadian siswa cendrung berkembang untuk memilih jalan tertentu. RB.Cattele dalam Anifral Hendri (2008 : 2) menyatakan bahwa kepribadian seseorang menunjukkan apa yang ingin diperbuat bilamana ia dalam keadaan senang dan ditempatkan pada situasi tertentu.
Melalui kegiatan olahraga diharapkan siswa dapat sehat, mempunyai daya tangkal, daya hayat terhadap Pekat, Narkoba dan obat terlarang. Dalam pelaksanaan kegiatan ekstra kurikuler siswa diarahkan untuk memilih salah satu cabang olahraga yang sesuai dengan minat, bakat dan kemampuan siswa, pada kegiatan ini cabang diharapkan lahir bibit-bibit olahragawan yang nantinya dapat dibina untuk menghadapi event seperti POPDA, PORPROV maupun kompetisi lainnya.
Pembentukan karakter di sekolah
Deng Xiaoping dalam program reformasi pendidikannya pada tahun 1985 secara eksplisit mengungkapkan tentang pentingnya pendidikan karakter. Throughout the reform of the education system, it is emperative to bear in mind that reform is for the fundamental purpose of turning every citizen into a man or woman of character and cultivating more constructive members of society (‘Decisions of Reform of the Education System’, 1985). Karena itu program pendidikan karater telah menjadi kegiatan yang menonjol di Cina yang dijalankan sejak jenjang pra-sekolah sampai universitas (Stefan Sikone, 2006 : 2).
Nah, apabila Cina bisa melakukan pendidikan karakter untuk 1,3 miliar menjadi manusia yang berkarakter (rajin, jujur, peduli terhadap sesama, rendah hati, terbuka), Indonesia tentunya bisa melakukannya. Namun, gaung pendidikan karakter belum banyak terdengar dari para pemimpin kita. Tentunya, sebagai warga negara yang bertanggung jawab, kita semua bisa melakukannya dalam sekolah.
Tentunya, pendidikan karakter adalah berbeda secara konsep dan metodologi dengan pendidikan moral, seperti kewarganegaraan, budi pekerti, atau bahkan pendidikan agama di Indonesia. Pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good yaitu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands.
Dalam hubungan ini maka apa yang disarankan Unesco perlu diperhatikan yaitu bahwa pendidikan harus mengandung tiga unsur: (a) belajar untuk tahu (learn to know). (b) belajar untuk berbuat (learn to do). (c). belajar untuk bersama (learn to live together). Unsur pertama dan kedua lebih terarah membentuk having, agar sumber daya manusia mempunyai kualitas dalam pengetahuan dan keterampilan atau skill.
Unsur ketiga lebih terarah being menuju pembentukan karakter bangsa. Kini, unsur itu menjadi amat penting. Pembangkitan rasa nasionalisme, yang bukan ke arah nasionalisme sempit, penanaman etika berkehidupan bersama, termasuk berbangsa dan bernegara; pemahaman hak asasi manusia secara benar, menghargai perbedaan pendapat tidak memaksakan kehendak, pengembangan sensitivitas sosial dan lingkungan dan sebagainya merupakan beberapa hal dari unsur pendidikan melalui belajar untuk hidup bersama. Pendidikan dari unsur ketiga ini sudah semestinya dimulai sejak Taman Kanak-Kanak hingga perguruan tinggi. Penyesuaian dalam materi dan cara penyampaiannya tentu saja diperlukan.
Strategi Pembentukan Karakter
A. Keteladanan; Memiliki Integritas Tinggi serta Memiliki Kompetensi: Pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional
B. Pembiasaan
C. Penanaman kedisiplinan
D. Menciptakan suasana yang konduksif
E. Integrasi dan internalisasi
F. Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani.
G. Membangun landasan kepribadian yang kuat, sikap cintai damai, sikap sosial dan toleransi dalam konteks kemajemukan budaya, etnis, dan agama.
H. Menumbuhkan kemampuan berfikir kritis melalui pelaksanaan tugas-tugas ajar dalam pendidikan jasmani.
I. Mengembangkan keterampilan untuk melakukan aktivitas jasmani dan olahraga, serta memahami alasan-alasan yang melandasi gerak dan kinerja.
J. Menumbuhkan kecerdasan emosi dan penghargaan terhadap hak-hak asasi orang lain melalui pengamalan fair play dan sportivitas.
K. Menumbuhkan self esteem sebagai landasan kepribadian melalui pengembangan kesadaran terhadap kemampuan dan pengendalian gerak tubuh.
L. Mengembangkan keterampilan dan kebiasaan untuk melindungi keselamatan diri sendiri dan keselamatan orang lain.
M. Menumbuhkan cara pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani dan pola hidup sehat.
N. Menumbuhkan kebiasaan dan kemampuan untuk berpartisipasi aktif secara teratur dalam aktivitas fisik dan memahami manfaat dari keterlibatannya.
O. Menumbuhkan kebiasaan untuk memanfaatkan dan mengisi waktu luang dengan aktivitas jasmani yang bersifat rekreatif.
PEMBAHASAN
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan pembentukan karakter bangsa dapat dilakukan salah satunya melalui olahraga.Sesuai dengan yang beliau ungkapkan “Dengan olahraga kita bisa kembangkan karakter bangsa, sportivitas sekaligus merekatkan persatuan bangsa,” kata Presiden dalam peringatan hari olahraga nasional XXV yang berlangsung di gedung tenis indoor Gelora Bung Karno Jakarta, Selasa (antara.co.id, 2008 : 1).
Fungsi Kegiatan Ekstrakurikuler
Menurut kajian Anifral Hendri (2008 : 2) mengenai fungsi kegiatan ekstrakurikuler adalah sebagai berikut :
a. Pengembangan, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan kreativitas peserta didik sesuai dengan potensi, bakat dan minat mereka.
b. Sosial, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik.
c. Rekreatif, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan suasana rileks, mengembirakan dan menyenangkan bagi peserta didik yang menunjang proses perkembangan.
d. Persiapan karir, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan kesiapan karir peserta didik.
Jenis kegiatan Ekstra Kurikuler
Anifral Hendri (2008 : 2 – 3), mengemukakan pendapat umumnya mengenai beberapa jenis kegiatan ekstrakurikuler dalam beberapa bentuk yaitu :
a. Krida, meliputi Kepramukaan, Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS), Palang Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (PASKIBRAKA).
b. Karya Ilmiah, meliputi Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR), kegiatan penguasaan keilmuan dan kemampuan akademik, penelitian.
c. Latihan/lomba keberbakatan/ prestasi, meliputi pengembangan bakat olah raga, seni dan budaya, cinta alam, jurnaistik, teater, keagamaan.
d. Seminar, lokakarya, dan pameran/ bazar, dengan substansi antara lain karir, pendidikan, kesehatan, perlindungan HAM, keagamaan, seni budaya.
e. Olahraga, yang meliputi beberapa cabang olahraga yang diminati tergantung sekolah tersebut, misalnya : Basket, Karate, Taekwondo, Silat, Softball, dan lain sebagainya.
Dalam upaya melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler banyak sekali hambatan dan permasalahan yang harus dihadapi baik terhadap SDM, sarana dan dana, tingkat kepedulian orang tua daan masyarakat maupun petunjuk pelaksanaan ekstra kurikuler itu sendiri sehingga kegiatan ekstra kurikuler di sekolah tidak berjalan sebagaimana mestinya, apalagi saat ini siswa dituntut untuk belajar penuh pagi dan sore. Sehingga hendaknya selain unsur penilaian positif mengenai ekstrakurikuler itu sendiri, maka beberapa kajian seperti tersebut diatas hendaklah menjadi suatu hal yang patut kita cermati sesuai dengan sedikit penjelasan berikut.
Sumber Daya Manusia
Menurut Sugeng Mulyono dalam Anifral Hendri (2008 : 3) menyatakan bahwa sumber daya manusia adalah daya energi yaitu kekuatan yang bersumber pada diri sendiri manusia yang memiliki kompetensi untuk membangun dalam arti positif. Pengertian sumber daya manusia meliputi Kepala Sekolah, guru, orang tua siswa, siswa merupakan salah satu penentu karena manusia berperan ganda sebab bukan hanya sebagai pemikir, perencana, pelaksana tetapi juga berperan sebagai pengendali dan pengembang program ekstrakurikuler.
Menurut Bung Karno (9 April 1961) dalam Anifral Hendri (2008 : 3), Dedication of life para olahragawan dan pembina olahraga, agar dapat melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat sesuai kerangka segi-segi cita-cita bangsa kita yang termasuk dalam Nation and Character Building Indonesia. Dikomentari pula dalam hal senada oleh Ellen G. White dalam Anifral Hendri (2008 : 3): Pembangunan karakter adalah usaha paling penting yang pernah diberikan kepada manusia. Pembangunan karakter adalah tujuan luar biasa dari sistem pendidikan yang benar. Slamet Imam Santoso, Pembinaan watak merupakan tugas utama pendidikan, menyusun harga diri yang kukuh-kuat, pandai, terampil, jujur, tahu kemampuan dan batas kemampuannya, mempunyai kehormatan diri.
Sarana dan Dana
Sarana dan daana adalah faktor pendukung yang tidak dapat ditinggalkan, keterbatasan kemampuan sekolah dalam pengadaan sarana daan penyediaan dana adalah faktor penyebab utama kegiatan ekstrakurikuler tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Tingkat Kepedulian Orang Tua dan Masyarakat
Pada masing-masing sekolah perlu diusahakan adanya hubungan timbal balik antara sekolah, orang tua siswa dan masyarakat, dibutuhkan komite sekolah yang berperan dan bertanggungjawab untuk mengusahakan dan meningkatkan keamanan, kesejahteraan dan ekstra kurikuler. Partisipasi orang tua dan masyarakat yang positif dalam mendukung program ekstrakurikuler merupakan pencerminan terwujudnya prinsip bahwaa pendidikan adalah tanggungjawaab bersama antara orang tua, masyaraakat dan pemerintah.
Paradigma diatas juga ditampilkan oleh Anis Matta (2003 : 2) bahwa lingkungan juga dapat berperan secara tidak langsung terhadap pembentukan karakter anak. Dimana secara tidak langsung terdapat faktor-faktor pembentuk perilaku antara lain :
(a) Faktor internal :
1. Instink biologis, seperti lapar, dorongan makan yang berlebihan dan berlangsung lama akan menimbulkan sifat rakus, maka sifat itu akan menjadi perilaku tetapnya, dan seterusnya.
2. Kebutuhan psikologis, seperti rasa aman, penghargaan, penerimaan, dan aktualisasi diri.
3. Kebutuhan pemikiran, yaitu akumulasi informasi yang membentuk cara berfikir seseorang seperti mitos, agama, dan sebagainya.
(b) Faktor eksternal anatara lain :
1. Lingkungan keluarga
2. Lingkungan sosial
3. Lingkungan pendidikan.
Dampak pendidikan karakter
Apa dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik? Beberapa penelitian bermunculan untuk menjawab pertanyaan ini. Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini diterbitkan oleh sebuah buletin Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership.
Didalam hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dariUniversity of Missouri – St Louis, menunjukkan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambar keberhasilan akademik
Pendidikan karakter ada-lah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Dengan pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongong masa depan karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Dalam buku Emotional Intelligence and School Succes (Joseph Zins, et. al 2001) mengkomplikasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor risiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor risiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ).
KESIMPULAN
Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesuliran belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter atau mempunyai kecerdasan emosi tinggi akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas dan sebagainya.
Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapat pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Namun banyak orangtua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang pendidikan karakter. Selain itu Daniel Goleman juga mengatakan bahwa banyak orangtua yang gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya entah karena kesibukan atau karena lebih mementingkan aspek kognitif anak. Namun ini semua dapat dikoreksi dengan memberikan pendidikan karakter di sekolah.
Jadi, pendidikan karakter atau budi pekerti plus adalah suatu yang urgen untukdilakukan. Kalau kita peduli untuk meningkatkan mutu lulusan SD, SMP dan SMU, maka tanpa pendidikan karakter adalah usaha yang sia-sia. Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu tujuh dosa fatal, yaitu “education without character” (pendidikan tanpa karakter). Dr. Martin Luther King juga pernah berkata: “Intelligence plus character… that is the good od true education” (Kecerdasan plus karakter…. itu adalah tujuan akhir dari pendidikan sebenarnya). Juga Theodore Roosevelt yang mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society”. Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat .
By : Faidillah Kurniawan dan Tri Hadi Karyono (Jur. Pend. Kepelatihan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta)
Sumber: Fencing
Komentar
Posting Komentar
Trimakasih Anda telah menyimak tulisan ini, sebaiknya Andapun menyimak sumber tulisan melalui link yang tersedia dan jika berkenan silahkan memberikan tanggapan.